December 31, 2023

Amazing 2023.

Thank you for everything, God. 

You are my provider, my all in all.


I'm blessed.beyond.measure.

December 31, 2020

Terimakasih, 2020.

Beberapa menit menuju tahun 2021.

Jika mengingat kembali hal-hal yang terjadi di tahun 2020 ini, tentu banyak hal yang disyukuri, meski duka serta kekecewaan juga hadir melengkapi hari-hari yang berjalan di tahun ini.

Tapi tidak mengapa, lagi-lagi tidak mengapa.

Karena topangan Tuhan selalu nyata, meski hati tak selalu mudah untuk menerima kenyataan seapa-adanya.

Semoga tahun depan lebih baik. Aku tidak minta lebih, apalagi yang muluk-muluk, karena sepanjang hidup sepertinya aku selalu lebih banyak meminta daripada memberi.

Tuhan sertai langkahku saja, rasanya sudah lebih dari cukup. 

Should I ask for more?

December 31, 2019

His time, not mine

Kalau ada yang perlu kukatakan tentang tahun ini, maka jawabannya adalah roller-coaster.
Tahun ini menorehkan cerita uniknya sendiri. Silih ganti airmata bahagia dan airmata duka datang di sepanjang tahun ini, tapi tetap tidak mengurangi rasa syukur karena Tuhan izinkan semuanya terjadi di kehidupanku.
Membuatku semakin bertumbuh dalam pengenalan akan Dia, Sang Empunya Masa Depan.
Di tahun ini juga aku belajar bahwa manusia hanya bisa berencana, tetap Tuhan yang menentukan segalanya.
Aku jadi sadar bahwa waktu yang tepat adalah waktu Tuhan dan bukan waktuku.
Enyah sudah seluruh perasaan ditinggalkan, meski cobaan terus hadir menggerus seluruh kekuatan.
Aku sampai pada pemahaman bahwa seluruh hidupku adalah milikNya, dan segala keraguan hilang diganti sukacita yang rasanya tetap abadi.

2019 nya berharga sekali.
Terimakasih, Tuhan..

December 31, 2018

Lowest Point

Beberapa jam menuju 2019.

Ingatan akan apa yang terjadi di sepanjang tahun 2018 berkelibat didepan mataku.
Dalam menghadapi fase-fase kehidupan, aku percaya, setiap orang pernah berada di satu titik terendahnya.
Tak terkecuali aku.
Kemudian ada yg bertanya,
"Berada di titik terendah itu definisinya apa, sih?"
Tentu ini pun subjektif juga.

Untukku sendiri, titik terendah mungkin bisa digambarkan sebagai suatu kondisi dimana aku benar-benar merasa keberadaanku di dunia ini tak berarti apapun, bagi siapapun.
Selama ini sering aku menemukan kesaksian orang-orang, baik melalui tulisan, channel TV, Youtube, cerita langsung, dan sebagainya..bagaimana banyak orang menghadapi situasi dimana mereka merasa benar-benar ditinggalkan; merasa benar-benar sendirian; merasa benar-benar tidak berharga.
Beberapa menangisi situasi tersebut. Beberapa nekat mencoba mengakhiri hidup. Lainnya berteriak marah kepada Tuhan.

Dan di titik terendah inilah, di tahun ini, untuk pertama kalinya,
Aku merasakan betul apa yang mereka rasakan.
Tak pernah sebelumnya aku merasakan kehampaan yang begitu menyiksa;
Sakit di hati yang rasanya terus menusuk tanpa tahu kapan akan berhenti;
Tangisan yang rasanya tak mengenal akhir;
dan keberadaan Tuhan yang rasanya sangat jauh, jauh sekali..
Teriakanku minta tolong sejalan dengan airmata yang terus tumpah memberatkan mata.
Ada lelah tak berujung yang kurasakan di titik ini.
Kenyataan menamparku keras sampai aku tak sanggup lagi untuk berlari.
Di titik ini, aku dipaksa untuk menonton kebodohanku sendiri, menonton keadaan menertawakanku dengan sangat kencang.
Babak belur aku dihajar oleh kenyataan yang menyakitkan. Ia menelanjangiku tanpa ampun, mengikis habis kepercayaanku pada diri sendiri...

Aku berkubang dalam kesedihan yang mendalam;
aku bertahan berada dalam titik yang menyakitkan ini;
aku menyerah pada mimpi buruk yang datang setiap malam...sampai Tuhan, dengan caraNya yang tak pernah kumengerti, membuatku kembali melihatNya dalam letihku yang amat sangat.

Aku tahu betul, untuk keluar dari titik ini, aku akan melewati proses yang panjang dan sulit.
Namun aku sadar kemudian,
bahwa di titik inilah, titik dimana aku jatuh dan tidak berdaya, aku kembali menemukan Tuhan.
Dan didalam seluruh keberadaanku saat ini,
aku mau berserah penuh...

December 22, 2017

Patah

Beberapa saat yang lalu aku menemukan sebuah ranting,
saat sedang berjalan-jalan menyusuri hutan nan gelap lagi sunyi, namun mendamaikan.

Hidupku baik-baik saja, sampai kusadari ranting itu hampir kuinjak kalau saja aku tidak berjalan pelan-pelan sambil menunduk.
Aku mengambil ranting itu. Bentuknya unik; terlihat rapuh dan kuat sekaligus. Sekilas, aku dapat melihat sebuah goresan kecil di salah satu sisinya, yang membuatnya terlihat indah dan menyayat di saat yang bersamaan.
Kemudian aku memutuskan untuk membawa ranting itu pulang, ke gubuk kecil tempatku menginap sementara di sekitar hutan itu.
Diatas meja kayu, kuletakkan ranting itu, sambil aku duduk dan pelan-pelan memperhatikannya dengan seksama.
Ternyata, Ia indah sekali. Satu goresan kecil yang kutemui saat kuambil pertama kali tadi ternyata memiliki beberapa "teman" yang "tersebar" di sisi-sisi lainnya. Dan aku tidak menyangkal, goresan-goresan itu sungguh menambah keindahan si ranting kecil.
Oh, Ia telah melewati begitu banyak hal rupanya. Aku tersenyum sendiri. Melanjutkan kekagumanku pada keindahan si ranting kecil.
Aku masih memandangnya saat aku tiba-tiba membayangkan, dalam satu hentakan atau injakan saja, mungkin Ia sudah akan patah menjadi beberapa bagian.
Dan entah mengapa, aku tidak ingin itu terjadi.

Kekagumanku malam itu aku hentikan sejenak. Aku merasa perlu beristirahat.
Karena besok pagi, aku sudah akan pergi dari sini dan melanjutkan perjalananku.
Dan di perjalananku yang selanjutnya, kupastikan aku tidak sendiri. Aku punya teman sekarang.
Ya. Tentu kau tahu siapa.